Edi Sutiyo: Negara Rugi, Pengemplang Pajak Layak Dikenai UU Tipikor
Jambi, 9 Juli 2025 – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Advokat Aktivis Jawa Barat, Edi Sutiyo, angkat bicara terkait maraknya dugaan pengemplangan pajak yang belakangan ramai diperbincangkan di Jambi. Dalam keterangannya, Edi menegaskan bahwa praktik penggelapan pajak tidak hanya melanggar ketentuan perpajakan, tetapi juga berpotensi masuk dalam ranah tindak pidana korupsi.
Edi, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Solidaritas Insan Media dan Penulis (SIMPE) serta Pembina Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI), menyatakan bahwa perusahaan yang sengaja menyembunyikan kewajiban pajaknya untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Jika tindakan penggelapan pajak tersebut terbukti merugikan keuangan negara, maka pelakunya bisa dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Ini bukan pelanggaran administratif biasa, tetapi bisa masuk kategori korupsi,” tegas Edi.
Pernyataan ini disampaikan Edi merespons mencuatnya dugaan pengemplangan pajak yang menyeret nama sebuah toko suku cadang kendaraan berinisial SM di Kota Jambi. Dugaan tersebut menjadi perhatian publik setelah dilaporkan oleh sejumlah elemen masyarakat sipil ke aparat penegak hukum.
Dalam penjelasannya, Edi memaparkan bahwa pengemplangan pajak mencakup berbagai modus, antara lain:
Menyampaikan laporan pajak yang tidak benar atau tidak lengkap,
Menyembunyikan transaksi usaha,
Tidak melaporkan seluruh pendapatan,
Menggunakan atau menerbitkan faktur pajak palsu.
Tindakan-tindakan ini diatur dan dapat dijerat melalui sejumlah regulasi hukum, antara lain:
🔹 Pasal 39 UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP: Mengatur sanksi pidana bagi wajib pajak yang tidak menyetorkan pajak yang dipotong atau dipungut, dengan ancaman penjara 6 bulan hingga 6 tahun.
🔹 Pasal 39A UU KUP: Memberikan sanksi bagi pihak yang menggunakan atau menerbitkan bukti pemungutan/pemotongan pajak tanpa dasar transaksi yang sebenarnya.
🔹 Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor: Menjerat siapa pun yang secara melawan hukum memperkaya diri atau pihak lain dan merugikan keuangan negara.
🔹 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU): Dapat digunakan bila dana hasil pengemplangan dialirkan ke aset-aset lain untuk menyamarkan asal usulnya.
“Negara tidak boleh dirugikan akibat manipulasi laporan oleh korporasi. Aparat penegak hukum harus bertindak tegas jika ditemukan unsur kesengajaan atau modus rekayasa dalam kewajiban perpajakan,” lanjut Edi.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam konteks pemberantasan korupsi, pengemplangan pajak bukanlah pelanggaran sepele. Perlu pendekatan hukum yang menyeluruh dan sinergi antara otoritas pajak, kepolisian, kejaksaan, dan KPK untuk menelusuri aliran dana dan potensi pelanggaran lainnya.
JARI bersama elemen masyarakat lainnya berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, guna memastikan bahwa proses hukum berjalan transparan dan tidak tebang pilih.