Hanya 13 Siswa Tak Mampu Lolos Jalur PAPS di SMAN Tanjungsari, Ada Apa?

waktu baca 2 menit

Sumedang — Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait penambahan rombongan belajar (rombel) dengan maksimal 50 siswa per kelas ternyata belum sepenuhnya menyelamatkan siswa dari keluarga tidak mampu untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri.

Fakta di lapangan menunjukkan, proses seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) khususnya jalur Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) masih menyisakan tanda tanya besar. Program yang seharusnya menyasar siswa-siswa dari keluarga rentan putus sekolah ini justru tidak berjalan maksimal.

Di SMAN Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, misalnya, dari total 988 pendaftar, hanya 13 siswa yang diterima melalui jalur PAPS.

“Jumlah pendaftar SPMB tahap 1 sebanyak 690 orang, tahap 2 sebanyak 298 orang, totalnya 988. Yang diterima 496 siswa dan sudah kami laporkan ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat,” ungkap Kepala SMAN Tanjungsari, Chaeruddin Saleh saat dikonfirmasi, Rabu (16/6/2025).

Namun, data tersebut berbeda dengan informasi resmi yang tercantum di laman spmb.jabarprov.go.id. Berdasarkan data resmi, kuota penerimaan tahap 1 dan 2 untuk SMAN Tanjungsari sebanyak 504 orang, ditambah jalur PAPS 13 orang, sehingga total 517 siswa.

Chaeruddin mengakui adanya selisih data tersebut. “Kuota reguler dan penyangga itu 504, ditambah PAPS jadi total 517 siswa. Perbedaan antara ‘kuota yang dapat diterima’ dengan ‘siswa yang diterima’ terjadi karena ada dinamika di lapangan,” jelasnya.

Ia merinci penyebab perbedaan jumlah siswa diterima:

1. Ada siswa yang mengundurkan diri.

2. Sisa kuota penyangga tidak dialihkan ke reguler.

3. Kuota penyangga tidak terpenuhi karena sebagian besar siswa telah diterima di tahap 1.

“Banyak siswa mundur karena mendapat beasiswa dari sekolah asal atau memilih sekolah lain seperti SMK. Kuota penyangga pun hanya terisi 52 dari 72 kursi, sisanya tidak bisa dialihkan ke jalur lain,” imbuhnya.

Namun, pemerhati pendidikan, Edi Sutiyo, menilai rendahnya jumlah siswa jalur PAPS yang diterima patut menjadi perhatian serius.

“Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah, ada empat kategori anak yang seharusnya diakomodir: anak berpotensi putus sekolah, korban bencana alam, anak panti asuhan, dan anak dari keluarga yang orang tuanya tidak bekerja atau miskin. Apakah pihak sekolah benar-benar melakukan validasi? Dari 988 pendaftar, mengapa hanya 13 yang masuk jalur PAPS?” kritiknya.

Ia menegaskan negara harus hadir dalam memastikan hak warga negara untuk mengenyam pendidikan, sesuai amanat Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

“Angka 13 untuk siswa PAPS jelas sangat ironis, ketika fakta di lapangan masih banyak siswa rentan yang butuh perhatian,” tutup Edi Sutiyo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *