Jejakpublik.id – Di balik pintu-pintu ruang kelas sekolah negeri, ada transaksi yang tak dicatat dalam anggaran pendidikan. Bukan narkoba, bukan senjata, tapi sesuatu yang jauh lebih licik: Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dijual secara diam-diam oleh oknum guru kepada murid-murid tak berdaya. Sekolah berubah menjadi pasar gelap. Guru menjadi pedagang bayangan. Siswa? Korban tanpa perlindungan.
Bisnis Tersembunyi Berkedok Pendidikan
Penjualan LKS bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini adalah bentuk korupsi mikro yang menjalar diam-diam, mencemari akar pendidikan dasar di negeri ini. Guru-guru yang seharusnya menjadi pelita justru menyulut api pembusukan. Mereka menjual LKS dengan sistematis:
Harga ditentukan sepihak
Siswa diwajibkan beli
Transaksi dilakukan tanpa transparansi
Uang mengalir entah ke mana
Orang tua murid dibuat tak berkutik. Anak mereka harus ikut, atau tertinggal pelajaran. Tidak beli? Diancam secara halus: “Nanti tidak dapat nilai,” “Susah ikut pelajaran,” atau lebih kejam: “Itu perintah sekolah.”
Tajamnya Pelanggaran Hukum
Praktik ini melanggar banyak aturan, termasuk:
Permendikbud No. 8 Tahun 2016
Sekolah tidak boleh mewajibkan peserta didik membeli buku tertentu.
LKS bukan buku wajib pemerintah. Titik.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Pendidikan wajib bebas dari diskriminasi dan komersialisasi.
Menjual LKS berarti memisahkan siswa miskin dari haknya belajar setara.
UU Pelayanan Publik No. 25 Tahun 2009
Larangan pungutan liar di lembaga publik.
LKS adalah pungli yang dibungkus senyum dan buku pelajaran.
UU KIP No. 14 Tahun 2008
Setiap pungutan harus disosialisasikan secara terbuka.
LKS dijual sembunyi-sembunyi. Tidak ada pengumuman, tidak ada transparansi.
Pendidikan Sedang Mati Pelan-Pelan
Ini bukan hanya soal buku. Ini soal martabat pendidikan. Ketika guru menjual LKS secara diam-diam:
Integritas guru hancur
Kepercayaan publik luntur
Anak-anak belajar tentang kebusukan sejak dini
Apa gunanya upacara setiap Senin jika moral digadai setiap hari?
Apa gunanya nilai-nilai Pancasila jika murid diajari untuk membayar agar bisa belajar?
Di Mana Negara?
Pertanyaannya:
Di mana Dinas Pendidikan?
Di mana Inspektorat?
Di mana Kejaksaan Negeri?
Di mana suara Ombudsman?
Dan yang paling penting: di mana hati nurani kita semua?
Saatnya Melawan
Rakyat tidak butuh guru yang bisa menghitung laba dari penjualan LKS.
Rakyat butuh guru yang menyalakan cahaya pengetahuan, bukan menjual buku gelap.
Laporkan setiap praktik ini. Rekam. Simpan bukti. Sebarkan ke media. Dorong LSM, aktivis, dan jaksa untuk turun tangan. Ini bukan aib kecil. Ini pembusukan sistemik!
Karena jika generasi hari ini dibesarkan dengan kebusukan, maka masa depan bangsa hanya tinggal menunggu waktu untuk runtuh.