KSOP Terbitkan Izin di Zona Merah Cagar Budaya, JARI “Semprot” dalam Forum Hearing: “Kami Tidak Akan Diam!”

waktu baca 2 menit

Muaro Jambi, 10 Juni 2025 — Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI) memilih jalur strategis dalam menyampaikan protes kerasnya terhadap kebijakan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Talang Dukuh, Jambi. Aksi damai yang semula direncanakan di depan kantor KSOP dibatalkan. Bukan karena mundur, melainkan karena JARI langsung masuk ke ruang hearing resmi, menghadirkan tekanan dari “jantung” persoalan.

Dalam forum terbuka tersebut, JARI menyampaikan keberatan serius atas diterbitkannya izin operasional KSOP kepada PT Pembangunan Mendalo Permai (PMP), yang dinilai telah melanggar aturan karena lokasinya berada di zona merah dan termasuk dalam kawasan cagar budaya Candi Muaro Jambi. Dua status larangan yang seharusnya menjadi batas mati untuk segala bentuk pembangunan justru diabaikan.

Ketua Umum JARI, Wandi, secara tegas mempertanyakan legalitas keputusan tersebut.

“KSOP tahu kawasan itu zona merah. Mereka juga tahu itu wilayah cagar budaya. Tapi tetap mengeluarkan izin. Ini bukan kelalaian—ini keputusan sadar yang melanggar aturan. Apa dasar hukumnya? Dan siapa yang akan bertanggung jawab?” tegas Wandi dalam forum.

Situasi dalam forum hearing berlangsung tegang. Perwakilan KSOP terlihat gamang. Tak ada jawaban konkret, dokumen pendukung pun minim. JARI menilai hal itu mencerminkan lemahnya landasan hukum penerbitan izin serta absennya koordinasi dengan lembaga terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), maupun instansi pelindung situs sejarah lainnya.

Menambahkan tekanan, Sekretaris Jenderal JARI, Hendri, turut menyampaikan peringatan keras kepada pihak KSOP.

“Kami tahu pusat hanya melihat data di atas meja. Mereka tidak melihat langsung situasi di lapangan. Dan di lapangan, wilayah yang diberi izin itu jelas masih berada dalam zona merah dan kawasan cagar budaya. Ini fakta yang tak bisa dibantah,” ujar Hendri.

Hendri menekankan bahwa ketimpangan antara dokumen administratif dan realitas di lapangan adalah bukti bahwa sistem perizinan saat ini berpotensi membahayakan situs-situs sejarah dan lingkungan hidup.

JARI memastikan bahwa persoalan ini tidak akan berhenti pada ruang dengar pendapat. Mereka akan membawa kasus ini ke Gubernur Jambi, bahkan hingga ke pemerintah pusat, untuk meminta evaluasi menyeluruh terhadap proses perizinan yang dilakukan KSOP.

“Jika izin bisa keluar di atas tanah yang dilindungi undang-undang, maka yang rusak bukan hanya tanahnya. Yang hancur adalah kepercayaan publik terhadap hukum. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini sinyal bahwa hukum bisa dibeli kalau rakyat diam. Dan kami, tidak akan diam,” pungkas Wandi.

Dengan komitmen penuh untuk mengawal isu ini, JARI menyatakan siap membawa persoalan ini ke jalur hukum dan menggalang dukungan masyarakat untuk menyelamatkan warisan budaya yang kini terancam oleh kepentingan bisnis yang mengabaikan aturan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *