Polemik PAPS di SMAN Jatinangor: Program untuk Anak Tidak Mampu Justru Dinikmati Keluarga Mapan

waktu baca 3 menit

Sumedang — Program afirmatif Pemerintah Provinsi Jawa Barat bertajuk Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS), yang sejatinya dirancang untuk membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas, justru diduga menjadi celah penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu.

Dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2025, khususnya di jalur PAPS, ditemukan adanya indikasi kuat pelanggaran yang mencederai semangat keadilan pendidikan. Berdasarkan investigasi lapangan, terdapat sejumlah siswa yang diterima melalui jalur PAPS namun tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463 Tahun 2025.

Salah satu kasus menonjol terjadi di SMAN Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Dari total 123 siswa yang diterima melalui jalur PAPS, setidaknya empat siswa teridentifikasi berasal dari keluarga mampu secara finansial, bertolak belakang dengan syarat utama penerima manfaat program ini.

“Kami menemukan empat siswa dari keluarga mapan lolos jalur PAPS. Ini baru temuan awal, kami menduga jumlah sebenarnya bisa lebih banyak. Data beserta bukti pendukung sudah kami kumpulkan,” ungkap Edi Sutiyo, Ketua Umum Solidaritas Insan Media dan Penulis (SIMPE) Nasional kepada Jejakpublik.id, Senin (21/7/2025).

Lebih lanjut, Edi menyoroti lemahnya pengawasan serta minimnya sosialisasi terkait program PAPS baik di kalangan masyarakat maupun pemerintah desa. “Banyak aparat desa tidak memahami skema PAPS ini, padahal mereka diminta menandatangani surat pernyataan tanggung jawab mutlak untuk verifikasi data calon siswa,” kritiknya.

Edi juga menyebut adanya dugaan praktik kolusi antara oknum panitia sekolah, aparat desa, dan orang tua siswa yang secara ekonomi tergolong mampu, demi memanfaatkan jalur afirmasi yang seharusnya ditujukan bagi anak-anak rentan putus sekolah.

“Program ini sudah disusupi kepentingan kelompok tertentu. Kami mendesak Gubernur Jawa Barat mengambil tindakan tegas, termasuk menganulir penerimaan siswa yang tidak layak dan memberikan sanksi kepada pihak sekolah serta panitia PPDB yang terbukti melanggar aturan,” tegas Edi.

Kepala Sekolah SMAN Jatinangor, Uus Usman, saat dikonfirmasi mengakui adanya temuan tersebut dan berjanji akan melakukan evaluasi internal. “Kami akan mengkaji ulang pelaksanaan seleksi terutama pada jalur PAPS. Mengenai empat siswa yang diduga tidak sesuai kriteria, kami akan menyampaikan laporan ke pihak terkait, termasuk KCD, KCC, dan Dinas Pendidikan Provinsi untuk mendapatkan arahan lebih lanjut,” ujar Uus.

Di sisi lain, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan aturan secara adil. Ia menegaskan bahwa program PAPS memiliki mekanisme seleksi yang ketat dengan sistem jemput bola, bukan pendaftaran terbuka, dan dikhususkan bagi anak-anak yang berpotensi putus sekolah.

“PAPS ini bukan untuk siapa cepat dia dapat, melainkan dikhususkan bagi mereka yang rentan tidak melanjutkan sekolah. Bila ditemukan pelanggaran, sanksi tegas akan diberikan, termasuk pencabutan hak siswa yang tidak memenuhi syarat,” kata Herman, dikutip dari Pikiran Rakyat (10/7/2025).

Program PAPS sejatinya adalah wajah kepedulian pemerintah terhadap kelompok termarjinalkan. Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan praktik yang berpotensi mencederai tujuan mulia tersebut. Publik kini menanti keseriusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menegakkan aturan demi menjaga marwah keadilan pendidikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *